Sebenarnya gue ngirim cerpen ini ke Dinas Pendidikan buat lomba.. Judulnya "Buah Kebohongan". Tapi kayaknya gue gak menang deh..
-____-.. Yahh.. ini emang cerpen gadungan kok,,, Hahaha
Cekidot!
Buah
Kebohongan
Sep,
kamu gak keren ya? Masa’ handphone butut seperti itu masih kamu pakai?” ledek
Toni.
“Iya nih Ton. Pengen sih handphone
model-model baru dan keren jaman sekarang. Tapi, ya gitu, aku gak punya uang
buat beli. Tahukan keadaan keluargaku?” jawab Asep.
“Aku jadi kasihan sama kamu. Jalani ajalah, nasib.”
“Aku jadi kasihan sama kamu. Jalani ajalah, nasib.”
“Hmm,” balas Asep singkat.
Asep hanya meratapi nasibnya. Dari dulu
Asep sangat ingin handphone baru, jam tangan keren, dan tas baru. Tapi dengan
keadaan keluarganya yang tidak mampu, barang-barang tersebut sangat tidak
memungkinkan untuk dimilikinya. Ayahnya hanya seorang tukang bakso. Dan Ibunya
seorang karyawan minimarket. Asep, orang tuanya, dan kedua adiknya sangat hidup
serba hemat dan keterbatasan.
Untung Asep murid berprestasi di
sekolahnya. Asep juga anak yang rajin dan cerdas. Dia banyak menang olimpiade
MIPA, sehingga dia banyak mendapatkan beasiswa untuk dapat bersekolah.
Cita-cita Asep adalah dia ingin sekali menjadi seorang dokter. Sehingga dia
sangat bersungguh-sungguh untuk mengejar prestasinya. Kedua orangtuanya dan
keluarganya mendukung Asep untuk mengejar cita-citanya tersebut.
“Kriingg!”
Bel yang menandakan pulang sekolah
berbunyi. Anak-anak berhamburan keluar kelas mereka masing-masing dan berlarian
menuju gerbang sekolah. Ada yang di jemput orangtuanya, ada yang jajan
dipinggir jalan, dan ada juga yang membawa sepeda sendiri.
“Sep, jajan yuk!” ucap Toni sambil menunjuk
ke arah pedagang sosis goreng.
“Tidak ah, makanan di pinggir jalan itu
tidak sehat tahu!” protes Asep.
“Keterlaluan! Mentang-mentang ya, mau
jadi dokter!” jawab Toni singkat sambil meninggalkan Asep. Asep hanya meringis.
Selain makanan di pinggir jalan tidak
sehat, alasan lain Asep adalah dia tidak punya uang. Dia tidak mau mendapatkan
uang jajan dari orangtuanya. Dia berpikir lebih baik uang itu ditabung saja.
Asep lalu berjalan kaki menuju arah rumahnya. Itu akan memakan waktu dua puluh
menit untuk berjalan kaki dari rumahnya ke sekolah.
Sesampai di rumahnya, Asep melihat
sekelilingnya, “Ibu belum pulang,” gumamnya. Kemudian Asep langsung berganti
baju, sholat, dan makan siang. Makan siang Asep kali ini adalah makanan sisa
semalam yang dipanaskannya. Lalu dia
menjemput kedua adiknya yang masih kecil yang biasa dititipkan di tetangganya
dan mengganti baju mereka. Orang tua Asep jam pulangnya tidak menentu. Jika
bakso ayahnya sedang laris, biasanya ayahnya pulang malam. Sedangkan ibunya
pulang sore hari setiap harinya. Asep lalu menyuapi kedua adiknya. Setelah itu
dia membereskan makan siangnya dan
mencuci semua piring. Kemudian Asep menemani adiknya tidur siang. Kegiatan
seperti ini sudah biasa atau sudah kebiasaan Asep setiap harinya. Asep dari kecil
sudah belajar mandiri.
Asep mengeluarkan buku-buku pelajaran
sekolahnya dari tasnya yang sudah robek-robek. Dia mengulangi semua materi yang
tadi dia pelajari dan mengerjakan pekerjaan rumahnya segera. Kemudian Asep
berbaring di kasurnya dan tertidur lelap bersama adik-adiknya.
“Assalamu’alaikum.” Asep langsung
terbangun mendengar suara itu.
“Wa’alaikumsalam, Ibu!” Asep berlari
menuju arah ibunya, dan menyalimi ibunya.
“Bagaimana kerjaan Ibu?”
“Yah, alhamdulillah banyak pelanggan
yang datang ke mini market.”
“Syukurlah,” Asep lalu mengambil tasnya
dan menunjukkannya ke Ibu. “Bu, lihat ini! Tasku sudah robek-robek begini. Asep
ingin tas baru bu.” Asep memohon.
“Nak, uang untuk kehidupan sehari-hari
saja belum cukup, apalagi membeli tas. Nanti jika uangnya sudah cukup, akan ibu
kabari ya.”
“Baik bu.” jawab Asep dengan tatapan
kecewa.
*********
“Hei teman-teman! Pulang sekolah main ke
rumahku yuk! Aku baru pindah rumah loh!” teriak Andi menyombongkan diri.
“Benarkah, asik! Rumahmu yang besar itu
bukan?” tanya Toni. Andi lalu menganggukkan kepala.
“Ayo sep ikut!” ajak Andi.
“Baiklah.” jawab Asep.
Sepulang sekolah, Andi, Asep, Toni, dan
teman-teman yang lain bermain ke rumah Andi. Sekalian belajar bersama karena
ada Asep. Sehingga teman-teman bisa bertanya ke Asep.
Dari luar saja sudah kelihatan bahwa
rumah Andi besar dan megah. Di depan rumahnya saja ada satpam yang menjaga.
Pasti rumah Andi sangat mewah, pikir Asep. Benarlah, setelah masuk kedalam
terlihat kemegahan rumah Andi yang luar biasa, menurut Asep. Asep tidak
terhenti-hentinya melihat sekeliling rumah Andi.
“Bik! Buatkan es jeruk 1..2..3..6, 6 bik
es jeruknya!” teriak Andi
“Iya den,” jawab pembantunya Andi. Wah,
enak sekali ya kalau punya pembantu. Bisa main suruh, pikir Asep sambil
senyam-senyum.
“Gimana, baguskan rumahku!” Andi
menyombongkan diri.
“Iya Ndi, keren banget rumahmu.” jawab
Toni terkagum.
“Iya dong. Bik mana cepetan!” balas
Andi. Kemudian datanglah pembantunya dengan tergopoh-gopoh sambil membawa 6 es
jeruk.
Andi lalu mengambil buku matematika dan
fisikanya. Dan membawanya ke Asep.
“Sep, aku mau tanya tentang ini. Tolong
bantu aku ya!”
“Oke, yang mana sih?” jawaban singkat
Asep.
“Ini sep.” balas Andi
Sudah tidak terasa mereka belajar
bersama sudah 4 jam. Setelah selesai, Asep minta izin pulang ke Andi dan
orangtua Andi. Asep masih terbayang-bayang dengan bentuk rumah Andi.
Dibandingkan rumahnya, rumah Andi lebih besar delapan kali daripada rumahnya.
Sesampai di rumahnya, Asep langsung melakukan kegiatan sehari-harinya.
*********
“Ndi, aku boleh ke rumahmu lagi?” tanya
Asep gugup.
“Buat apa?” tanya Andi baik.
“Begini, aku ingin menanyakan beberapa
soal Bhs. Inggris. Kamu kan pintar Bhs. Inggris. Jadi aku ingin menanyakannya
ke kamu. Kamu tahu kan jika aku sama sekali tidak bisa Bhs. Inggris?” jawab
Asep masih gugup.
“Oke, baiklah.” jawab Andi singkat.
Sesampai di rumah Andi, Andi mengajak
Asep untuk masuk ke rumahnya dan mengajak Andi untuk duduk di ruang keluarga. Andi
berkata bahwa seluruh anggota keluarganya sedang pergi. Andi pun meninggalkan
Asep dengan tujuan untuk ganti baju dan mencuci muka. Sepeninggal Andi, Asep
lalu berkeliling rumah Andi sambil membawa tasnya. Kemudian Asep melihat sebuah
kamar yang terbuka. Lalu Asep bertujuan untuk masuk ke kamar tersebut. Ketika
sampai di depan kamar tersebut, Asep masih mempertimbangkan keinginannya. Masuk
apa tidak ya? Kalau aku masuk, namanya lancang. Tapi aku penasarann, gumamnya.
Kemudian Asep masuk ke kamar tersebut, dan melihat sebuah kamar yang sangat
mewah, menurutnya. Asep berkeliling di dalam kamar tersebut dan tertarik untuk
membuka sebuah lemari dari besi yang tidak terkunci. Ketika Asep membukanya,
alangkah kagetnya Asep. Dia kaget
setengah mati. Dia hampir pingsan, mungkin. Yang dilihatnya adalah lemari yang
penuh dengan bertumpuk-tumpuk uang seratus ribuan. Asep pun tergiur dengan
bertumpuk-tumpuk uang tersebut. Tanpa pikir panjang, Asep langsung mengambil
bertumpuk-tumpuk uang. Mungkin ada 5 tumpuk yang diambilnya. Ah, tidak akan
ketahuan, pikirnya. Setelah itu Asep langsung menutup lemari dengan
tergesa-gesa dan berlari keluar kamar tersebut kemudian duduk di tempatnya
semula. Untung Andi belum datang, gumamnya kembali.
“Maaf menunggu lama.” Andi berbicara.
“Ah, ti,tidak apa-apa.” jawab Asep
ketakutan.
“Sep, kamu kenapa sih? Wajahmu pucat
sekali. Apakah kamu sakit?”
“I, iya. A, Aku agak tidak enak badan.”
jawabnya terbata-bata sambil ketakutan. “Se, sebaiknya aku pu, pulang saja ya.”
Asep langsung melengos pergi. Andi masih bingung dengan sikap Asep yang tidak
biasa.
Dengan cepat Asep berlari meninggalkan
rumah megah tersebut. Dia berlari dengan terbirit-birit. Ia masih tidak percaya
dengan segepok uang yang Ia dapat. Lalu Ia mencari tempat yang agak sepi. Dan
melihat uang yang ada di dalam tasnya. Ia pun menghitung uang yang ada di
tangannya sekarang. 6 juta! Ini uang yang cukup banyak! Wah.. aku bisa beli
handphone sekarang, gumamnya. Asep pun langsung pergi ke toko handphone yang
cukup terkenal di wilayahnya.
“Ada apa dik? Ada yang bisa dibantu?” tanya
seorang pelayan toko.
“Anu, itu, saya mau membeli handphone.
Yang paling baru yang mana ya mbak?” tanya Asep
“Kalau yang baru, yang ini saja dik!
Harganya 6 juta rupiah. Lalu yang ini....” ucap pelayan toko tersebut.
“Ya sudah yang itu saja.” potong Asep
cepat. Lalu menghitung uang sebanyak 6 juta rupiah.
“Ya, tunggu sebentar ya dik. Saya tuliskan
dulu kartu garansinya.” ujar pelayan tadi. Sambil menunggu, Asep membayangkan
kejadian yang terjadi tadi. Dia jadi merasa bersalah karena perbuatannya tadi.
Tapi waktu tak dapat dimundurkan.
“Silahkan dik,” ucap sang pelayan sambil
menyodorkan nota ke Asep. “Mau pakai simcard atau tidak?” lanjutnya.
“Boleh.” Kata Asep singkat.
“Silahkan dik.” kata pelayan tersebut
menyodorkan handphone yang dibeli dan simcardnya. Dan Asep pun memberikan uang
hasil curiannya tersebut.
Di jalan menuju rumahnya, Asep sangat
ketakutan. Bagaimana jika ibunya curiga? Bagaimana kalo Dia ketahuan mencuri?
Bagaimana pendapat ibu nanti? Tanyanya kepada dirinya sendiri. Sesampai di
rumahnya Asep mengendap-endap masuk ke dalam rumahnya.
“Asep? Sudah pulang nak? Darimana saja
kamu?” suara ibu mulai terdengar di telinga Asep, seketika Asep bergidik ngeri.
“Anu bu, Aku dari rumah Andi tadi
belajar bersama.” bohong Asep.
“Benarkah? Itu apa yang ada di
tanganmu?” tanya ibu kepada Asep sambil menunjuk kearah handphone barunya. Mati
aku! gumamnya ketakutan.
“In, ini handphone bu. Aku di kasih
teman-teman Aku karena Aku banyak membantu mereka. Mereka baik sekali lo bu!
Masa’ mereka patungan untuk membelikanku ini?” bohong Asep untuk yang kedua
kalinya.
“Wah, teman-temanmu baik benar. Ya
sudah, mandi sana!” perintah ibu.
“Baik bu.” jawab Asep dengan bertindak
segera.
*********
“Wah!
Handphone kamu keren banget Sep!” seru Toni. “Kapan beli?” tanya Toni kepada
Asep.
“Kemarin
dong.” Asep menyombongkan diri.
“Dibelikan
siapa?” tanya Toni lagi.
“Aku
beli sendiri. Ini uang hasil tabunganku selama ini.” Asep berbohong lagi.
“Wow! Hebat bener kamu ini, Sep.” puji Toni. Asep hanya tersenyum untuk membalas perkataan temannya itu. Lalu Asep menghampiri Andi.
“Wow! Hebat bener kamu ini, Sep.” puji Toni. Asep hanya tersenyum untuk membalas perkataan temannya itu. Lalu Asep menghampiri Andi.
“Ndi,
kemarin kan aku belum sempat bertanya-tanya padamu. Boleh aku datang ke rumahmu
lagi? Yah, aku ingin bertanya banyak darimu tentang Bhs. Inggris. Kamu kan
masternya Bhs. Inggris.” ucap Asep sambil memuji Andi.
“Boleh
saja. Oh iya, kemarin kamu sakit apa sampai pucat begitu?”
“Itu...
Kemarin aku hanya pusing. Ya, hanya pusing.” jawab Asep agak panik.
“Oh
begitu, ya sudah nanti pulang sekolah langsung ke rumahku saja.” balas Andi.
“Oke.”
ucap Asep sambil tersenyum.
Sepulang
sekolah, Asep kembali lagi mengikuti Andi ke rumah Andi. Andi mengajak Asep
masuk ke rumah dan menyuruh Asep untuk duduk di kursi di ruang keluarga. Lalu
terdengar teriakan seorang wanita. Yang tak lain, pasti mamanya Andi.
“Andi!
Kamu ngambil uang mama ya?” tanya mamanya Andi kepada Andi.
“Gak
kok, memangnya hilang ma?” jawab Andi santai namun Asep gelisah.
“Iya
Ndi! Uang mama hilang 6 juta. Bibik tidak mungkin mencuri, karena kemarin
cucunya menikah. Papa ada di Singapur. Kakak pertukaran pelajar ke Korea. Cuma
kamu yang ada di rumah Ndi!” jawab mamanya.
“Iya
ma, aku memang di rumah kemarin. Tapi aku sama sekali tidak masuk kamar mama.
Sumpah deh.” ucap Andi sambil mengacungkan jari telunjuk dant tengahnya. Kali
ini keringat dingin mulai bercucuran di badan Asep. Asep sangat takut.
“Ya
sudahlah, ikhlaskan saja. Mama pergi dulu ya Ndi.” jawab mamanya pasrah.
“Iya
ma, hati-hati di jalan.” ucap Andi.
Sepeninggal
mamanya Andi dan Andi, Asep hanya terduduk lemas. Dia sangat takut sekarang.
Tapi dia masih sangat ingin untuk mengambil uang lagi. Ini yang terakhir kali,
gumamnya. Dengan segala keberanian Asep, Dia pun melangkah mengendap-endap dan
masuk ke dalam kamar tersebut. Ketika Asep hendak membuka lemari besi tersebut.
Ada seseorang berteriak sekencang-kencangnya.
“MALLLLIIIIIIIIIIINNNNGGG!”
teriak mamanya Andi. Asep sekarang mati rasa. SANGAT mati rasa.
“Jadi
kamu yang mencuri uang saya ya?” tanya mamanya Andi kepada Asep yang sudah
meringkuk ketakutan sambil menunjuknya.
“Ada
apa sih ma? Astaga! Asep! Kamu pencurinya?!” tanya Andi tersentak kaget.
“Kurang ajar kamu ya!” hardik Andi.
“Kurang ajar kamu ya!” hardik Andi.
“Ampun
bu. Ampun ndi. Maaf bu. Saya minta maaf bu.” Asep meminta maaf sambil menangis.
“Lalu
mana uangnya?” tanya mamanya Andi yang masih murka.
“Saya
pakai bu, buat beli handphone.” kata Asep sambil menunjuk ke arah handphonenya.
“Ganti
gak uangnya? Hah?! Ganti tidak!” teriak mamanya Andi dengan emosinya.
“Saya kira kamu anak berprestasi dan baik! Ternyata saya sangat salah menilai kamu. Kamu anak yang sangat kurang hajar!” hardiknya. Asep hanya pasrah dihardik seperti itu.
“Saya kira kamu anak berprestasi dan baik! Ternyata saya sangat salah menilai kamu. Kamu anak yang sangat kurang hajar!” hardiknya. Asep hanya pasrah dihardik seperti itu.
“Bawa
saya ke orangtua kamu!” Asep pun mengangguk pelan.
*********
“Astaga
Asep! Kamu keterlaluan! Ibu kira ibu dapat memegang ucapanmu ke Ibu? Ya Allah,
ini keterlaluan sekali Sep! Kamu mencuri!” teriak Ibunya dengan penuh amarah.
“Maaf
bu, maaf bu, maaf bu”. ucap Asep terus menerus memohon.
“Ibu,
tolong ganti uang atas kelakuan anak ibu yang kurang hajar itu ya! Tolong ajari
dia bagaimana itu yang namanya jujur bu!” ucap mamanya Andi.
“Maaf
bu kami tidak punya uang sebanyak itu. Kami ini orang miskin bu. Tolong maafkan
anak saya. Atau ibu bisa mengambil handphone barunya tersebut.” mohon ibunya
Asep ke mamanya Andi.
Dengan
perasaan iba kepada keluarga Asep, mamanya Andi pun menjawab “Ya sudahlah,
semua sudah berlalu. Saya ikhlas kok bu. Ambil saja uangnya. Yang penting
jangan pernah mencuri uang orang lagi!” jawab mamanya Andi. Ibunya Asep pun
sangat berterimakasih kepada mamanya Andi.
Setelah
mamanya Andi pulang dari rumahnya yang sangat sempit tersebut. Kini giliran
ibunyalah yang memarahinya habis-habisan.
“Kamu
ini sangat memalukan Asep! Ibu malu kalau kamu berbuat yang kelewatan seperti
ini. Malu Sep!” kata ibunya.
“Asep
minta maaf bu. Asep tidak akan melakukannya lagi bu. Asep minta maaf bu.” Asep
memohon-mohon kepada ibunya.
“Tidak
apa-apa nak. Yang penting kamu sadar atas apa yang telah kamu perbuat.” ucap
ibunya dengan bijaksana.
“Terimakasih
bu. Asep sangat meminta maaf.” Jawab Asep lega.
“Iya
nak. Oh iya ini ada beberapa barang yang ibu ingin berikan ke kamu.” Kata
ibunya sambil menunjuk ke sebuah kardus. Asep berjalan ke arah kardus tersebut
dengan rasa penasaran dan membuka isinya. Terlihat isinya adalah tas baru,
sepatu baru, baju baru, jam baru, dan semua barang yang Asep inginkan selama
ini.
“Bu,
ini ibu dapat dari mana?” ujar Asep sambil tersenyum sumeringah.
“Ibu
membelinya nak.” kata ibunya.
“Tapi
uangnya...” kata Asep sambil melihati ibunya. Ibunya tidak membalas lagi. Namun
Asep merasa ada yang tidak biasa di
penampilan ibunya.
“Ibu?”
kata Asep. Ibu pun menengok ke arah Asep. “Apakah ibu menjual cincin kawin
ibu?” tanyanya.
“Iya
Asep.” jawab ibu singkat.
“Mengapa
ibu menjualnya? Itu kan satu-satunya perhiasan ibu!” tanya Asep sedih.
“Asep,
ini semua buat kamu nak. Ibu kan sudah berjanji akan membelikan barang yang
Asep inginkan. Tapi ibu tidak punya uang nak. Jadi ibu jual saja cincin kawin
ibu. Ibu merasa bersalah karena tidak menepati janji dengan segera.” ucap ibu
panjang lebar sambil memeluk ibunya.
“Ibu,
Asep minta maaf ya bu atas semua kesalahan Asep terhadap ibu.” ucap Asep
terisak.
“Ya,
Nak. Ibu akan memaafkan semua tingkah lakumu yang buruk, semuanya pokoknya. Ibu
sayang Asep kok. Ibu hanya tidak mau Asep melakukan tindakan seburuk itu.”
“Asep
juga sayang ibu. Asep minta maaf kepada ibu atas segala perbuatan Asep yang
buruk bu. Asep sangat merasa bersalah bu. Asep tidak tahu bagaimana cara
mengganti segala jasa-jasa ibu yang telah ibu berikan kepada Asep. Terimakasih
Ibu.”
“Iya
nak. Iya.” balas ibunya dengan suara pelan, namun lembut.
Dovo Titanium Header: 3.4mm Socket, Metal-Called
ReplyDeleteDovo Titanium titanium grey Header: ford ecosport titanium 3.4mm Socket, titanium rimless glasses Metal-Called Copper-Scratch Type. how strong is titanium 3.4 mm Socket, samsung titanium watch Metal-Called Copper-Scratch Type. 3.4 mm Socket, Metal-Called Copper-Scratch Type. 3.4 mm Socket, Metal-Called